Selasa, 09 April 2013

BIOGRAFI ALMAGHFURLAH KH.AL ALWI DAWUD PENDIRI PONDOK PESANTREN TARBIYATUN NASYI’IN PACULGOWANG DIWEK JOMBANG


 
Secara garis besar,sejarah KH. Alwi kita rentang mulai peristiwa di Klaten, Yaitu pembunuhan terhadap seorang sinder berkebangsaan Belanda oleh seorang pemuda yang bernama Asngodo, yang kala itu lebih dikenal dengan nama  KH. Alwi. Hal itu disebabkan kebencian beliau kepada orang–orang Belanda yang pada umumnya sangat kasar dan kejam kepada penduduk pribumi. Terlebih pada saat dicetuskannya tanam paksa atau undang-undang ‘CULTURE STELSEL’ OLEH Gubenur Hindia Belanda. Van Den Boschpada waktu itu . Akibatnya rakyat pribumi semakin sengsara. Sebab mereka tidak bisa menikmati hasil dari jerih payah bercocok tanam. Kenyataan ini membuat pemuda Asngodo semakin benci terhadap orang-orang Belanda. Sedangkan Ayahandanya, dipaksa terus menerus oleh pihak Belanda untuk menyerahkan sawahnya guna dijadikan lahan tanam paksa untuk ditanami tebu. Tetapi K. Dawud mengajukan syarat agar yang mengawasi penanaman tebu harus oleh orang Belanda asli. Hal ini adalah kemauan Asngodo untuk melakukan siasat untuk melampiaskan kebencian kepada Belanda. Syarat ini disetujui oleh Belanda dan konon opsir Belanda yang menjadi pengawas adalah orang yang sangat congkak dan angkuh. Tak pelak lagi, Asngodo secara diam-diam melaksanakan taktiknya dengan membuat lubang yang dimaksudkan untuk membunuh orang Belanda tadi. Setelah tiba saat yang tepat Asngodo dengan seorang diri membunuh opsir Belanda tadi dengan menanam hidup-hidup dalam lubang yang sudah digalinya.

Kejadian ini membuat Asngodo tidak tenang Lalu beliau pergi kesuatu tempat yang sangat jauh dari Klaten, tempat kelahiran beliau, yaitu ke pulau Sumatera. Ternyata disinipun banyak orang-orang Belanda. Maka beliaupun kembali ke Klaten, Jawa Tengah. Disini beliau disarankan agar secepatnya pergi menyusul kerabat-kerabatnya ke Jawa Timur. Beliau menuju ke Jombang tepatnya di Daerah Keras kecamatan Diwek. Di daerah Keras saat itu sudah ada seorang kiyai yang bermukim dari Jawa Tengah yang bernama K .Asya’ri, ayahanda Khadrotus Syeh KH. Hasyim Asya’ri. Setelah beberapa tahun K. Alwi atau Asngodo kemudian pindah ke Desa Cukir. Di Desa ini K. Alwi menempati suatu tempat yang sekarang kita kenal sebagai Masjid Al Falah Cukir. Malangnya di desa Cukir ini banyak dijumpai orang-orang Belanda, bagaimana tidak , waktu itu telah berdiri Pabrik Gula Cukir dibawah kekuasaan orang-orang Belanda. Maka untuk lebih menenangkan hati, beliau memutuskan pergi kesuatu tempat yang terletak ditimur laut desa Cukir yang waktu itu bernama Sumber Macan, yang masih berupa hutan. Disini beliau membuka hutan untuk tempat bermukim selamanya, karena dirasa lebih cocok. Oleh sebab itu beliau pulang dulu  ke Klaten untuk mengambil bibit kelapa sekaligus membawa serta sanak keluarganya.
Begitulah akhirnya, K. Alwi  kembali kedesa Sumber Macan, yang kemudian disebut dengan “Fauzul Qiwam” yang kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan PaculGowang, beserta ayahandanya K. Dawud. Dan putera-puteranya yakni: Waritsah, Munshorif, Manshoer dan Anwar.
Di tempat baru ini beliau membangun musholla. Bermula dari musholla inilah beliau mulai mengajarkan ilmu agama. Mula-mula terbatas penduduk Pacul Gowang saja, tapi banyak orang tua yang menitipkan anaknya kepada beliau untuk dididik ilmu agama. Bahkan ada juga yang berasal dari Jawa Tengah. Inilah cikal bakal berdirinya pondok pesantren Pacul Gowang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar